Senin, 05 Maret 2012

Leptospirosis, Berbahaya namun Mudah Diobati

Leptospirosis sebenarnya adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia sehingga disebut penyakit zoonosis.

Penyebab penyakit ini adalah bakteri yang berbentuk spiral bernama leptospira. Meski penyakit leptospirosis "naik daun" di kala banjir saja, pada kenyataan penyakit ini harus diwaspadai kapan saja selama di lingkungan kita berkeliaran hewan pengerat, bahkan hewan ternak.
Kepala Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta Zelfino mengatakan, hingga Jumat sore (28/1) warga yang dilaporkan terserang penyakit leptospirosis sebanyak tujuh orang. Mereka dirawat di Rumah Sakit Tarakan, Jakarta Pusat. Penyakit ini juga mengancam di kala banjir sudah surut, yaitu melalui sisa-sisa lumpur yang terkontaminasi bakteri leptospira.

"Bakteri ini sudah diketahui sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Pertama kali ditemukan di Jerman. Bakteri leptospira ini ada di pelosok dunia, dan variannya pun ratusan," papar dr Thomas Suroso MPH, ahli penyakit bersumber binatang

Selama ini leptospirosis juga kerap disebut penyakit kencing tikus. Pada kenyataannya, tidak hanya tikus yang dapat membawa bakteri leptospira, namun juga hewan ternak seperti kambing dan sapi

Bakteri leptospira tersebut dapat menyerang liver serta ginjal hewan- hewan tersebut, kemudian nyemplung dalam urine mereka. Abrasi (goresan) pada kulit seseorang dapat menjadi pintu gerbang masuknya urine yang terkontaminasi leptospira. Bahkan urine manusia yang terserang leptospira juga berpotensi menularkan penyakit leptospirosis.
 
Leptospirosis memang wajar ditakuti di kala banjir sebab air banjir menjadi kendaraan yang efektif untuk menyebarkan bakteri leptospira. Bakteri tersebut dapat tahan hidup di air selama berminggu-minggu hingga bulanan. Namun jika air yang terkontaminasi dimasak hingga mendidih, bakteri ini langsung mati. Cairan pembersih lantai yang mengandung desinfektan sudah cukup efektif membunuh bakteri leptospira.

Selain air banjir, lumpur, sampah, sayuran mentah, dan buah, sangat mungkin terkontaminasi urine hewan yang mengandung leptospira. Dengan demikian sangat dianjurkan agar orang sering- sering mencuci tangan terutama sebelum makan.
 
"Membersihkan sisa banjir harus pakai sepatu boot karet dan sarung tangan karet. Kalau seseorang mempunyai luka terbuka atau eksim di kulit sebaiknya jangan ikut bersih-bersih. Sayur dan buah juga harus dicuci bersih kalau perlu dengan sabun khusus buah dan sayuran," kata Thomas.

Karena variannya yang sangat beragam itulah, Thomas mengatakan, metode vaksinasi untuk mencegah penyakit ini relatif sulit dilakukan. Dari sekian banyak varian bakteri leptospira, salah satu yang relatif ganas adalah varian Leptospira ictero-haemorrhagica. Bakteri leptospira varian tersebut juga terdapat di Indonesia.
 
GEJALA terserang bakteri tersebut pada awalnya seperti flu, misalnya sakit kepala, meriang, nyeri tenggorokan, muntah, juga diare. Kemudian, bisa pula terjadi perdarahan di bawah kulit mirip demam berdarah. Perdarahan juga bisa terlihat pada air urine pasien.
 
Komplikasi ke selaput otak dapat menyebabkan gejala nyeri luar biasa pada otot, misalnya otot betis. Orang yang terserang nyeri otot betis tersebut bisa sampai sulit berjalan sehingga sering dikira lumpuh.
 
"Pada demam berdarah melalui tes torniquet akan tampak bintik-bintik merah di kulit sekitar 20 titik per inci persegi. Kalau leptospirosis jumlahnya kurang dari itu," ujar Thomas menjelaskan. Masa inkubasi bakteri tersebut hingga muncul gejala kurang lebih 10 hari.

Gejala yang dapat muncul dan cukup khas dari penyakit tersebut adalah mata atau kulit tubuh menjadi kekuning- kuningan. "Seperti orang sakit kuning saja. Itu karena liver orang yang terserang bakteri telah rusak oleh racun leptospira," kata Thomas.

Serangan bakteri leptospira hingga hati, ginjal dan otak dapat terjadi jika pasien terlambat ditangani, misalnya karena salah diagnosa. "Karena gejalanya ada yang mirip dengan demam berdarah, jadi kadang bisa dikira demam berdarah," ujar Thomas.

Penanganan terlambat pada penderita dapat mengakibatkan kefatalan yang tinggi. Thomas mengatakan, angka kefatalan bisa mencapai 40 persen, yang menyebabkan kematian pada penderitanya. Dokter terkadang bisa saja tidak menduga seseorang telah positif terkena leptospirosis. Namun melalui pemeriksaan serologis (serum darah) dapat diperoleh kepastian apakah seseorang positif terserang leptospirosis.

"Pemeriksaan urine pasien dengan mikroskop lapangan gelap juga dapat kelihatan bakterinya. Tapi tidak semua rumah sakit punya mikroskop demikian," imbuh Thomas.

Menurut Thomas, bakteri leptospira meskipun ganas ternyata sangat mudah penyembuhannya. Antibiotika biasa, yang cukup murah seperti jenis amoxilin atau penisilin sudah cukup efektif membunuh bakteri tersebut. Antibiotik tersebut mudah didapat, termasuk di puskesmas- puskesmas. Hanya saja, pemberian antibiotik jangan sampai terlambat. Oleh karena itu, saat kondisi banyak terjadi banjir seperti saat ini, tidak ada salahnya para pekerja medis juga mewaspadai kemungkinan menyebarnya penyakit ini.

"Leptospirosis ini juga penyakit endemik, seperti demam berdarah. Namun skalanya masih lebih tinggi demam berdarah," kata Thomas. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan menjadi langkah klasik menghindari kontaminasi bakteri leptospira. Tikus- tikus yang berkeliaran di lingkungan rumah sebaiknya diberantas hingga ke sarang-sarangnya.

Perlu diingat juga bahwa kemasan makanan dan minuman yang berasal dari gudang, sebelum dipajang dan dijual di toko dapat saja terkontaminasi urine hewan yang mengandung bakteri leptospira.

Maka, tak ada salahnya setiap kali membeli minuman kaleng atau botol misalnya, sebaiknya kaleng dan botol itu dicuci dengan sabun dahulu sebelum meminumnya langsung. Kemungkinan lainnya, urine hewan juga bisa saja mengontaminasi beras atau gula yang dikemas dalam karung goni.

Selain lingkungan rumah, seseorang yang banyak beraktivitas di lingkungan peternakan juga harus waspada akan kemungkinan terjangkit penyakit ini melalui urine hewan ternak. Seseorang juga mungkin saja terkontaminasi saat beraktivitas luar ruang seperti berkemah atau berolahraga di alam terbuka, misalnya di sekitar sungai. Dengan demikian, menurut Thomas, memang tak ada salahnya kembali ke nasihat klasik "jagalah kebersihan diri".
sumber : kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar